Ide untuk Badan Ekonomi Kreatif

Sumber: Koran Tempo, 5 Juni 2015

Ide untuk Badan Ekonomi Kreatif                                               

Kelik M. Nugroho, @KelikMNugroho

Pada 2007, Departemen Perdagangan RI menerbitkan buku Pengembangan Industri Kreatif menuju Visi Indonesia Kreatif 2025. Dalam buku juga dimuat Rencana Pengembangan 14 Subsektor Industri Kreatif Indonesia (2009-2015). Sebagian isinya mungkin sudah tidak relevan, tapi sebagian sisanya tentulah masih relevan karena bisa menjadi bahan evaluasi untuk pengembangan industri kreatif paling tidak 10 tahun ke depan.

Memuat semua aspek pengembangan industri kreatif di Indonesia secara komprehensif dan mendetail, buku ini niscaya bisa dijadikan model perencanaan pengembangan industri kreatif di Indonesia. Pertanyaannya: apakah pengembangan industri kreatif selama 2009-2014 berhasil? Saya kira, berdasarkan buku ini, para stake holder di bidang industri kreatif bisa memakainya sebagai parameter untuk mengukur berhasil-tidaknya program pengembangan industri kreatif dalam kurun 2009-2014.

Karena itu, salah satu langkah yang harus dilakukan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), yang menggantikan sebagian peran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak 2014, adalah menggunakan buku ini untuk mengevaluasi konsep dan pelaksanaan program pengembangan industri kreatif dalam kurun 2009-2014.

Untuk selanjutnya, pada tahun pertama Bekraf mengkaji relevansi rekomendasi rencana aksi masing-masing subsektor. Jika ada rencana aksi yang masih relevan, Bekraf harus segera mengeksekusi, sebagaimana ciri etos kerja yang ditekankan Presiden Joko Widodo: kerja cepat.

Industri kreatif di era Presiden Joko Widodo diasumsikan akan berkembang lebih cepat dibanding pada masa pemerintahan sebelumnya, karena banyak faktor, antara lain: karakteristik manajemen pemerintahan Joko Widodo yang menyatakan bahwa semua program pemerintah adalah program presiden. Pernyataan ini untuk mengikis kecenderungan sifat ego sektoral kementerian yang selama ini mengendurkan kerja sama antara kementerian dan lembaga.

Karena itu, sejumlah rekomendasi rencana aksi pengembangan industri kreatif yang melibatkan kementerian dan kerja sama lintas kementerian bisa diinventarisasi, dikaji relevansinya, dan kemudian dieksekusi sesegera mungkin. Di era Jokowi, diasumsikan bahwa hambatan-hambatan yang sifatnya birokratis bisa diselesaikan dengan cepat.

Langkah lain: 1) Membuat prioritas pengembangan subsektor industri kreatif (saya usulkan prioritasnya: kerajinan, kuliner, fashion, musik, dan film); 2) Membuat proyek mercusuar. Ini untuk memudahkan publik melihat prestasi Bekraf dalam lima tahun mendatang; 3) Pembentukan bank data dan riset; laboratorium kreasi; serta divisi promosi–yang harus dibaca dan ditafsirkan dalam satu napas “penciptaan atmosfer kreatif dan entrepreneurship”.

Modelnya bisa melihat Thailand Creative and Design Center (TCDC), badan mirip Bekraf, yang berfokus memberi akses ke publik berupa pengetahuan sebagai sumber inspirasi baru. Peran TCDC antara lain menghubungkan industri kreatif Thailand dengan tren dan pusat industri kreatif serta desain dunia; menghubungkan kreativitas dan desain dengan keunikan, pengetahuan lokal, UKM, dan pasar. TCDC juga berhasil membangun one-stop point bagi pelaku industri kreatif untuk berbagi pemikiran dan talenta, dan mendapatkan akses ke basis data yang kaya. *

Post a comment or leave a trackback: Trackback URL.

Leave a comment